Gue harap, suatu hari nanti, gak ada satu orangpun yg melarang hobi ini, entah itu hobi menulis, hobi jalan-jalan ataupun lainnya. Dan gue harap, malah gue yg bisa mengajaknya untuk menyukai hobi tersebut. Atau sudah sama-sama memiliki hobi yg sama. Aseeekkkk!



***
Pada hari Sabtu 5 Mei 2018, gue bareng 2 teman pergi mengunjungi tempat wisata atau tempat kemping di Ranca Upas, atau sering kali banyak orang menyebutnya dengan Kampung Cai Ranca Upas.

Saat pertama kali datang, kebetulan waktu itu sudah mulai sore, sudah banyak orang-orang yg mendirikan tenda, ada yg berkelompok, ada yg cuma beberapa tenda, ada yg mungkin satu desa kemping di sana, atau ada juga yg seperti kami bertiga yg hanya mendirikan satu tenda, ya! cukuplah untuk 3 orang, itupun kadang memilih untuk tidak tidur dan malah memilih untuk nongkrong di luar untuk menikmati keindahan suasana malam.

Sebenarnya ada beberapa lokasi yg bisa dijadikan tempat untuk mendirikan tenda, tapi gue bersama teman-teman lebih memilih lokasi sedikit ke ujung, tempat yg cukup luas dengan rerumputan hijau dan pemandangan yg cukup bagus.

Buat foto-foto.. :v



Karena saat itu malam Minggu, maka tidak heran kalau sudah ada banyak tenda yg sudah berdiri di sana, gue pikir, ada beberapa anak sekolah yg sedang merayakan kelulusannya dengan kemping, sambil bernyanyi dengan alat musik gitar, meski terkadang suaranya terdengar fals, tapi tidak apa-apa, tidak pentinglah suara fals di hutan begini, lagian tidak ada Ahmad Dani atau Anang di sana yg berkata “gue sih yes, gak tau kalo Anang?” mungkin kata Mas Dani demikian, yg dibalas Mas Anang “Gue sih Ogah, bagusan suara Ashanty keleus!!”.

“Ini kita bikin tendanya yg deket sama air aja, ya!” teman gue, Enda, memberikan masukan agar kami mendirikan tenda dekat air atau WC, tapi gue dan Tomi lebih memilih tempat yg agak jauh, memilih ke arah tengah yg tidak terlalu ramai, dan untunglah sebelum magrib tiba tenda itu sudah jadi.

Udara yg cukup dingin mulai terasa, kami yg terbiasa berada di daerah yg suhu udaranya lumayan panas malah kewalahan menghadapi cuaca seperti itu, otomatis kami jadi bolak-balik ke kamar kecil hanya untuk melaksanakan kewajiban hasrat ingin pipis. Bahkan, sekedar untuk menjaga wudhu dari magrib sampai isya saja tidak bisa, selalu saja hasrat ingin pipis itu muncul, atau yg lebih membuat  kesalnya lagi tiba-tiba pantat sudah mengeluarkan gas seperti bau belerang. Tidak tertahankan. Badjingan memang.

Memang, gue tidak terlalu sering melakukan kemping-kemping seperti ini, bahkan kegiatan seperti ini baru dilakukan sekitar kurang lebih satu tahunan, itupun belum pernah yg namanya kemping ke gunung-gunung, dan untuk kegiatan ‘muncak’ saja baru diwacanakan bersama teman-teman, belum tau pasti kapan dilaksanakannya. Mungkin dalam waktu dekat ini. Ah, entahlah, namanya juga hobi baru.

Kegiatan selanjutnya mungkin hanya kami lakukan seperti sebelum-sebelumnya, karena kami tidak melakukan kemping berkelompok atau kemping satu kampung, dan hanya bertiga, maka yg bisa kami lakukan hanyalah mengobrol-ngobrol soal kegitan seperti ini, tanya-jawab soal bagaimana kemping di gunung kepada yg sudah berpengalaman yaitu Tomi, dan kadang-kadang menertawakan tenda sebelah kami yg orang-orangnya asyik ngobrol menggunakan bahasa ‘Elo-gue’ tapi campur Bahasa Sunda, seperti;“iya, yg itu tea!!!” seakan-akan ingin kami teriaki, “SANGUAN BARUDAAAK!!!”


Sekitar jam 12 malam, kabut mulai muncul, sorak-sorak dari beberapa tenda mulai reda, ada yg mulai masuk tenda, ada yg masih nongkrong di depan api unggun, ada yg masih merekam video (mungkin sedang nge-vlog) dan ada yg masak-masak atau sekedar ngopi dan ada yg mulai kedinginan yg kemudian masuk ke dalam tenda yg gue pikir tidak ada gunanya, ya! yg terakhir tadi itu teman gue, Enda, katanya, “Tos mawa dua samping ti imah!” yg artinya “udah bawa dua sarung dari rumah!”. Percuma saja, suhu udara 15’C yg semakin turun/naik menjadi lebih dingin. Bahkan ada yg meneriaki candaan dari beberapa tenda yg mungkin sebenarnya bukan ditujukan kepada kami, “REK SARE MAH DI IMAH SE ATUH EUUY!!”. yg artinya “MAU TIDUR MAH DI RUMAH AJA ATUH EUY!”.


:')

Menjelang subuh, suhu udara semakin dingin, gue malah khawatir kepada si Enda, yg baru pertama  kali kemping ini, takutnya kena hipotermia, badannya menggigil, mukanya ditutup rapat sambil meringkuk, seketika gue goyang-goyangkan badannya karena takut terjadi sesuatu yg tidak diinginkan, tapi ketika gue tanya, dia malah menjawab, “Kalo dingin kayak gini takutnya mimpi basah!”

Kuingin marah~

Melampiaskaaaaaan~

Menjelang waktu subuh itu, kami bertiga tidak ada yg melanjutkan tidur, memang sebenarnya tidak ada yg tidur sejak sore, hanya meringkuk-ringkuk ria saja menikmati dinginnya udara Ranca Upas saat itu. Bahkan saat gue hendak minum air mineral dalam botol, airnya sudah seperti dimasukan ke dalam pendingin, beku. Untung saja tubuh kami bertiga tidak menjadi es balok, gak kebayang kalo jadi es balok, bisa-bisa nanti diserut terus dijadikan es kepal milo. Brengsek sih ini!

Saat menjelang pagi hari, sinar matahari mulai muncul, rasa hangat mulai terasa di badan kami, karena kebetulan juga saat itu kami sudah membuat kopi. Silahkan kalau mau berkata kasar sejenak, gue tunggu,

Hmm..

Sudah?

Baiklah mari lanjut.

Hal yg sebentar memang selalu membuat kesan tersendiri, seperti matahari terbit yg kami lihat pagi itu, rerumputan yg masih berembun, kabut yg masih terlihat, dan beberapa pasangan kekasih yg mengganggu aktifitas pagi hari. Sungguh kuingin marah lagi.

Dari tenda masing-masing semua orang mulai keluar, mulai sibuk mengambil gambar, merekam video, ada yg foto-foto untuk bekal pernikahan, ada yg seperti gue yg diam sambil menikmati kopi karena tidak mempunyai kamera yg keren, juga karena batre ponsel yg sudah 0 persen-lah alasan utamanya. Tapi, untung saja, batre ponsel milik dua teman gue masih tersisa beberapa persen, cukuplah untuk sekedar foto-foto seperti ini

                        

Setelah asik mengambil gambar dan menikmati suasana pagi, kami memutuskan untuk pulang. Gue dan Enda pergi ke arah Cianjur, sementara Tomi pergi ke arah Bandung, katanya mau jemput seseorang. Entahlah siapa orangnya, sampai sekarang tidak ada kabar sama sekali.

Hai kawan, ke manakah kau mampir?