“Kang, ngecamp yuk?” Sebuah pesan masuk ke Whatsapp pribadi saya, pesan ajakan berlibur yg sangat pas bagi saya yg sedang bosan-bosannya. Pesan itu dikirim oleh Yudis, kebetulan namanya sama dengan peran yg dimainkan oleh Adipati Dolken di film Posesif, tapi sifatnya tidak seposesif yg diperankan kang Adipati tersebut. "Di subang" Lanjutnya.
Rencana yg dibuat pada tanggal 18 November 2017 itu dilaksanakan pada awal Desember 2017, ke Bukit Pamoyanan di Subang. Yang ikut berangkat camping kebanyakan teman kerjanya Yudis, selanjutnya Yudis mengajak saya dan Iwan, teman saya.
Ketika waktu berangkat liburan sudah dekat, sekitar 1 hari lagi, Yudis mengabari saya kembali, “Di sana ada tempat sewa tenda gak? Kalo ada tolong sewa dulu yah, soalnya temen-temen di sini pada gak jadi ngecamp”. DHEG! Saya menjadi bingung sendiri, saya yg tidak tau-menau tempat-tempat semacam itu, sewa tenda atau alat-alat Outdoor lainnya. Tapi beruntung, saya memiliki teman yg sering naik gunung, jadi bisa meminta bantuan untuk mencarikan tenda untuk saya bawa esok harinya. Satu masalah selesai. Mari kita lanjut ke masalah lainnya.
Ketika hari keberangkatan tiba, Yudis mengabari saya kembali, “Kalo bisa sama kompor ya!”, So kampretoo.. Saya tidak meng-iya-kannya, karena di tempat jasa sewa tendapun hanya bisa melayani pemesanan maksimal satu hari sebelum pemberangkatan, tidak bisa langsung pas hari H.
Dari rumah saya di Harapan Indah, Bekasi, saya berangkat bersama Iwan dengan menggunakan motor menuju rumah Yudis di Cikarang, lalu kami melanjutkan perjalanan hanya dua motor saja, tidak dengan perkiraan sebelumnya, dengan ramai-ramai pergi liburan. Hal seperti ini sudah biasa terjadi, bahkan sayapun pernah membatalkan liburan bersama teman-teman karena kondisi sedang tidak mendukung.
Menempuh perjalanan sekitar 5 jam setengah dari bekasi menuju Bukit Pamoyanan di Subang, itupun ditambah dengan nyasar-nyasar terlebih dahulu karena GPS yg dipakai tidak akurat, juga bertanya kepada orang-orangpun terkadang tidak tentu benar arahnya. Tapi, menurut saya, justru hal seperti itu yg menjadikan travelling menjadi lebih seru, menemukan tempat-tempat baru.
Sekitar pukul 17:30 WIB, kami sampai di Bukit Pamoyanan, dengan membayar tiket masuk seharga Rp. 38.000 atau 2 Motor = Rp.20.000, 3 orang = Rp 18.000 (retribusi Desember 2017). Dari tempat penitipan motor, kami harus jalan kaki menaiki anak tangga yg cukup membuat ngos-ngosan jika kamu punya penyakit asma. Tidak sampai satu jam, barulah sampai ke bukit paling atas, tempat di mana kami akan bermalam di atas bukit, dan menyambut kabut tebal seperti yg sempat saya lihat di internet.
Tiket Masuk Bukit Pamoyan
Sesampainya di tempat, kami langsung membuka tas berisikan tenda alloy yg sudah kami sewa. Setelah dibuka dan dilihat-lihat, saya diam sejenak, Yudis dan Iwan diam juga, kebetulan diantara kami sama sekali belum pernah memasang tenda sebelumnya, bahkan tutorial memasang tenda yg sempat saya lihat di Youtube sebelumnyapun ternyata beda jenisnya dengan yg kami bawa. Akhirnya kami mengamati tenda-tenda yg sudah jadi di sekitar, mengamati siapa tau saja ada yg sama, tapi ternyata berbeda semua. Hmm.. sesuatu banget sob!
Akhirnya, dengan insting seadanya yg kami miliki, tendapun dipasang dengan seadanya saja, seperti apa yg terpikir dari kepala kami bertiga, daripada hanya dilihat dan waktu sudah mulai gelap, kami pasrah dengan keadaan, tinggal berdo’a saja semoga tidak turun hujan dimalam hari. Tapi, seperti diperkirakan sebelumnya, pasti diwaktu malam tidak akan bisa tidur dengan nyenyak seperti tidur-tidur biasanya. Ternyata benar, Yudis dan Iwan tetap di luar menikmati malam, sedangkan saya, di dalam, menggunakan sleepingbag, tidur dengan nyenyak seperti biasa. Dan orang-orang di tenda lain semakin ramai, ada yg bermain gitar sambil bernyanyi, atau melakukan hal-hal sesuka mereka.
Seperti halnya bukit Bintang di Bandung, di Bukit Pamoyanan Subang inipun tidak kalah cantiknya ketika malam hari, lampu-lampu rumah yg ada di bawah bukitpun terlihat memanjakan mata, kami menikamti malam itu dengan sebungkus gorengan, segelas kopi, dan sebatang rokok gudang garam filter bagi mereka yg biasa menikmatinya. “Nikmat Tuhan mana yg kau dustakan, kawan!” Ucap dua teman saya sambil mengeluarkan asap dari dalam mulutnya. Juga ditemani api unggun yg kayunya kami dapat dari bapak-bapak penjual nasi bungkus, “Kalo kayu, di sini harus beli, dek!” ucap seorang nenek-nenek dengan muka sedikit kesal kepada kami karena mendapat kayu dengan secara gratis. Mantap!
Iwan dengan kopi dan rokok gudang garam filternya
Sekitar jam 2 pagi, dari dalam tenda sesekali saya menengok keluar, kabut-kabut mulai terlihat, 2 teman saya masih asyik mengobrol di luar tenda, saya kembali menutup tenda, menunggu sekitar jam 5 pagi yg konon katanya kabut tebal akan terlihat penuh. “Lautan awan” Terdengar bisik-bisik seseorang ditenda sebelah, atau “Cuma bisa tersenyum ketika melihat ciptaan Allah swt... #bukitpamoyanan” dalam salah satu caption instagram ketika saya sedang melihat-lihat gambar di hastag #BukitPamoyanan
Namun, ekspektasi saya bersama teman-teman ternyata tidak sepeti realita yg ada, begitupun dengan orang-orang di tenda sebelah yg berharap sama, kabut tebal tersebut tidak hadir dipagi itu, hanya mendung yg kemudian berlanjut ke cuaca cerah, bahkan matahari terbitpun tidak berhasil diabadikan, kekecewaan diantara orang-orang muncul, ucapan-ucapan kesal terdengar dari setiap sudut. Rasanya saya ingin berkata kasar kepada orang-orang yg memasang foto dengan kabut tebalnya di instagram. “Lautan kekesalan.” Kabut tebal dibulan Agustus ternyata berbeda dengan yg ada dibulan Desember, atau mungkin, waktu kami saja yg tidak tepat, mungkin besok kabut tersebut akan datang. Nyatanya, hanya kebetulan yg menentukan.
Karena melihat lautan awan tidak tercapai, sekitar jam 8 pagi kami bergegas membongkar tenda, begitupun orang-orang di sebelah kami, sepertinya mereka cenderung mengikuti.
Sebelum melanjutkan ke lokasi lain di Subang, kami menyempatkan untuk berfoto-foto terlebih dahulu, merekam video, menikmati udara segar, lalu moyan atau jika dalam Bahasa Indonesia artinya Berjemur. Jadi jika diartikan, Pamoyanan adalah Tempat Berjemur.
Cek video instagram: https://www.instagram.com/p/BcN_G6nhUdA/?taken-by=dianhendrianto
Cek video instagram: https://www.instagram.com/p/BcN_G6nhUdA/?taken-by=dianhendrianto
Klik link jika video tidak bisa diputar: https://www.youtube.com/watch?v=b_Gz0sfczmU&feature=youtu.be
Meski kami tidak berhasil melihat Lautan awan, tapi pemandangan dari atas bukit cukup sedikit mengobati rasa sesal, karena di sana sudah ada beberapa spot untuk berfoto, seperti rumah pohon, perahu pinggir tebing, dan beberapa spot lainnya, juga tidak jauh dari lokasi ada warung untuk sekedar ngopi-ngopi, dan juga sudah ada WC umum.
Lokasi Bukit Pamoyanan:
Desa Kawungluwuk, Kec. tanjung Siang, Subang, Jawa Barat.
32 Comments
Ternyata liburannya ke sini toh. Mantap. Bagus juga, ya, bukitnya. :3 Tapi saya nggak bisa bayangin perjalanan 5 jam itu. Pantat saya tentu akan semakin tepos. :(
BalasHapusCape Yog. Haha.
HapusWah bagus banget pasti pemandangannya. Tapi dinginnya gimana ya? Kuat gak nya? Bisa goyang smua badanku haha
BalasHapusGak terlalu dingin kok, suasananya gak kayak di Bandung. Ini masih bisa dikondisikan :)
HapusKatanya camping...kok malah ndekem di sleeping bag.
BalasHapusWkkwkk...
Tapi bener, selagi masih ada kesehatan, perbanyak jalan dan bertafakkur keindahan alam ciptaan Allah.
Karena ada banyak renungan yang bisa didapat jika semakin banyak berdzikir.
asik ya jalan-jalan dan camping gitu jdai pengen, kalau aku sedang flu ini. belum berani ke tempat-tempat dingin.
BalasHapusMeskipun enggak bisa melihat lautan kabut, tapi saya yakin pemandangan alam di bukin pamoyanan bisa mengobati lelah dan kesal selama perjalanan ya, Mas. Indah sekali tempatnya
BalasHapusUwaaaaa ternyata pemandangan malamnya itu kelap-kelip lampu kota ya
BalasHapusWuaaaa pengeeen
Kalo di dekat daerahku, ya paling dekat sih Malang. Tapi gak ada sensasi menginapnya sih
Btw aku juga pernah tuh, kesusahan mendirikan tenda. Ke pantai, bermalam, 5 orang. 2 cowok, 3 cewek. Di antara mereka semua, cuma aku yg bisa pasang tenda, itupun cuma sekali pasang tenda. Lupa2 ingat dah. Kemudian tenda jadi setelah 2 jam ��
Memang traveling yang seru harus pake nyasar hahahaha. Dulu pernah juga pinjem tenda dan didalemnya ada tutorialnya jadi aman sih.
BalasHapusSleeping bag emang penting sih klo traveling, jaga jaga biar aman.
Seru bangeeeettt euyyyy kabut kabut plus kerlap kerlip lampu
cantik banget ya kalo malam! tapi sayang gue gak begitu suka alam bebas wkwkwk dinginnya gak nyantai soalnya.
BalasHapusSeru!
BalasHapusjadi kangen naik gunung. Kalau aku biasanya kebagian pinjem tenda aja. Bagian lain itu si Kakak. Naik aja bawa badan doang, hahaha
Kabut-kabut gitu kayaknya ada jadwalnya. Matahari terbit cakep banget kalo pas musim kemarau.
BalasHapusJadi kangen naik bukit. 😂
Ketika harapan tidak sesuai ekspektasi ya Mas. Tapi ya ampun berkemah seperti itu rasanya kangen banget ih 😫 sudah lama gak kayak gitu huhuhu
BalasHapusIh, kok nyebelin gitu ya si Yudis. Hihihi. Ketika ekspektasi tak sesuai dengan kenyataan ya, Mas. Pasti sedikit kecewa ya. Tapi pasti juga ada kesan-kesan positifnya lah.. Camping kayak gitu tuh asyik banget loh. Saya aja pengen banget...
BalasHapusZonk kayaknya, tapi bisa dicoba lagi lain waktu, saya baru tahu ada bukit keren di subang, jadi penasaran buat meluncur ke ig nih
BalasHapusTiket masuk semurah itu tapi dapat view yang kece banget, rasanya perjalanan 5 jam terbayar ya. Hehehe..
BalasHapusHiks, 14 tahun tinggal di Subang, tapi belum sekali saja, kami pergi ke Bukit Pamoyanan.
BalasHapusBisa dijadikan alternatif liburan akhir tahun ini. Apalagi tiketnya muraah..
aku kepo di daerah camping nya ada toiletnya nggak ya? =)
BalasHapusAda kok, deket. Soalnya ini gak jauh dari perumahan warga. Juga fasilitas di deket tempat camping udah ada warung + toilet. Nyaman :)
HapusEmg ada gtuh camping bawa2 kompor yak?? Stau gue emg make kayu dah. Hahaha.
BalasHapusHmm.. Trnyata gak ssuai ekspektasi. Sering bgt sih ini trjadi. Smua trgntung dari kbruntungan org trsebut, gak bsa hnya ngandelin dan ngarep gegara liat foto instagram doang. Kyak Maribaya di IG pmandangannya cakep bner, eh pas gue dateng pmandangannya orang semua :(
Yauda gpp itu jg bagus da, di foto sm videonyaa. Kereenz!
Ada kan, kompor portabel, kecil, bisa dibawa2 gtu.
HapusDeket dari Jakarta nih tempatnya. Kayaknya bagus buat dikunjungin, harganya juga terjangkau lagi. Pengin kesana deh rasanya. Btw, itu pas malem-malem di atas bukitnya keren banget ngeliat lampu-lampu gitu. :)
BalasHapusPemandangan di malam hari tidak mengecewakan...asli keren
BalasHapusMantab bang, salam blogger
Oooh ternyata ini jawaban atas foto-foto camp di instagram.
BalasHapusSeru bgt sih camping kayak gitu. Aku terakhir kali camping pas kelas 5 esde :(
Btw, emang dapat kayu dari mana bhang? kata si nenek harus beli.
Pas beli nasi, dikasih kayu. Trus pas lewat ada nenek2 ngomel gtu. Hehe
HapusDestination baru nih, informasi yang bermanfaat bang! Nah bener tuh dapet kayu gratis dari mana bang? Apa disana menggunakan jurus hashirama?
BalasHapusKayunya dikasih warung sebelah euy. Hehe
HapusKeren juga bukitnya, Mas.. jadi kangen pengen ngecamp lagi, dah lama gak ngecamp.. Baik malam atau siang tetap bagus ya, tempatnya..
BalasHapusHei!!
BalasHapusYa juga ya.
Seumur hidup saya belum pernah ngecamp di bukit seperti itu, pengen banget sih, cuman belum pernahada kesempatan.
BalasHapusDuh, rindu naik gunung gue...
BalasHapusKeren banget pemandangannya sob...
Semoga gue bisa kesini...
Mantap gan lanjutkan buat artikelnya!
BalasHapusPosting Komentar
Terima kasih untuk waktunya, berikan komentarmu di sini.